Sebagian Akulturasi Hindu Budha dengan Asli Nusantara

Akulturasi ini khususnya saya ambil dari Padang Lawas, Sumatera Utara yaitu Candi Pulo. Sebelum itu, berikut pembuka uraian ini.

Tanpa kita sadari, di negeri kita ini masih banyak  benda peninggalan hasil akulturasi kebudayaan asli Indonesia dengan kebudayaan Hindu Buddha dari India. Akulturasi ini dapat terjadi melalui proses yang panjang. Bisa melalui kerja sama dan juga perdagangan. Tetapi masyarakat nusantara tidak mengambil kebudayaan asing itu begitu saja, ada proses seleksi yang menghasilkan kebudayaan baru dan memperkaya kebudayaan nusantara. Beberapa contohnya dalam bidang:
  • Budaya/bahasa dan aksara. Bangsa kita dulu menggunakan bahasa Jawa kuno dan Melayu Kuno setelah pengaruh Hindu Buddha, mulai mengenal bahasa sansekerta dan podi serta mengenal aksara pallawa/nagari

  •  Sistem pemerintahan. Pertama kali sistem pemerintahan kita dipimpin oleh kepala suku yang dipilih berdasar keunggulan tertentu setelah pengaruh Hindu Buddha, kepala suku menjadi raja yang diwariskan secara turun temurun. Raja dianggap jelmaan dewa.
  •   Bangunan. Hasil akulturasi dalam seni bangunan adalah bentuk banguna punden berundak. Model berundak dari Indonesia dan cara membuatnya dari India. Fungsinya sebagai pemujaan dewa dan juga leluhur yang merupakan kebudayaan animisme nusantara.

  •   Arca. Setelah masuk pengaruh Hindu Buddha, proses pembuatan arca menjadi lebih bagus
.
  •  Wayang. Seni wayang asli nusantara, ceritanya dari India.

  • Sastra. Adanya kitab yang mengkisahkan cerita dari India seperti kisah Ramayana dan Mahabrata. Dan dengan ini memacu semangat pujangga asli nusantara untuk membuat karya seperti kitab Sutasoma oleh Mpu Tantular.

  •  Musik. Seperti gamelan yang mengalami pembaharuan dalam bentuk dan kualitasnya. 

·       Sistem kasta bukanlah pengaruh kebudayaan Hindu Buddha karena dalam agama hindu jelas tidak ada yang namanya kasta. Sejarah kasta yang dituduhkan pada masyarakat Hindu berawal dari kedatangan Bangsa Portugis yang melakukan pengarungan samudra ke dunia timur yang didasari atas semangat Gold (memperoleh kekayaan) Glory (memperoleh kejayaan) dan Gospel (penyebaran agama/penginjilan). Dalam sejarah Portugis sudah berlangsung lama akibat proses Feodalisme. Feodalisme di masyarakat Hindu sendiri muncul dengan menyalah artikan konsep Catur Varna yang diungkapkan dalam Veda. Veda sama sekali tidak mengenal sistem kasta dan tidak ada satu kalimatpun dalam Veda yang menulis kata “kasta”. Catur Varna sebagaimana disebutkan oleh Sri Krishna dalam Bhagavad Gita 4.13

catur-varnyam maya srstam
guna-karma-vibhagasah
tasya kartaram api mam
viddhy akartaram avyayam
“Catur varna adalah ciptaan-Ku, menurut pembagian kualitas dan kerja, tetapi ketahuilah bahwa walaupun Aku penciptanya, Aku tak berbuat dan merubah diri-Ku”
Sloka ini sudah dengan sangat jelas dan gamblang menyatakan bahwa Catur Varna diciptakan oleh Tuhan sendiri pada seluruh tataran kehidupan manusia. Catur Varna hanya didasarkan oleh kerja dan kualitas seseorang, bukan berdasarkan kelahiran sebagaimana produk kasta yang selama ini dilontarkan. Catur warna membagi manusia ke dalam 4 bagian yaitu Brahmana(Pendeta), Ksatria(pemerintah), Vaisya(pedagang), Sudra(pekerja). Penggolongan ini akan tetap hidup di masyarakat manapun karena watak, karakter, kecerdasan yang menentukan profesi seseorang tidaklah sama. Keempat golongan masyarakat ini harus bekerjasama untuk menciptakan masyarakat dunia yang harmonis dan bahagia. Hanya saja akibat proses feodalisme, egosime dan keinginan untuk menancapkan kuku kekuasaan, manusia sebagai orang tua berusaha menancapkan dan mengibarkan bendera kekuasaan yang sama kepada anaknya meskipun sang anak tidak memiliki kualifikasi yang sama dengan orang tuanya. Jadi, konsep pembagian penduduk secara vertikal yang berdasarkan keturunan yang selama ini diterapkan baik di masyarakat Hindu sendiri ataupun di luar masyarakat Hindu sangatlah bertentangan dengan konsep ajaran Veda / Hindu sehingga masalah ini merupakan tantangan kita bersama untuk menghilangkan salah kaprah ini dari sistem sosial masyarakat dunia.

Mengenai contoh akulturasi budaya asli nusantara dengan Hindu Buddha, kita ambil contohnya dari Padang Lawas, Sumatera Utara yaitu Candi Pulo.
Candi Pulo ini termasuk satu bagian dari kawasan candi di Padang Lawas Utara yang tidak terawat. Candi ini berfungsi sebagai tempat pemujaan umat Hindu. Candi ini terletak tepatnya di Desa Bahal Kecamatan Portibi, Padang Lawas. Di dalam kompleks candi terdapat reruntuhan candi induk dan candi perwara menyerupai bukit kecil, pagar keliling dan temuan lepas dari reruntuhan candi. Bangunan ini terbuat dari bahan bata berdenah persegi panjang dengan ukuran 4 x 9 meter dengan tinggi bangunan yang tersisa sekitar 2 meter. Tangga bangunan diperkirakan terletak di sisi utara. Di tiap sisi terdapat relief motif sulur-suluran. Ada juga relief banteng bertubuh manusia, manusia dengan mata melotot, dan manusia berkepala gajah. Candi ini masih dalam tahap pemugaran bersama Candi Sipamutung. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini