Mengenal Tokoh Dalang di Indonesia


WAYANG adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang.Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Berikut beberapa dalang-dalang terbaik di Indonesia yang membuat pertunjukan wayang menjadi lebih hidup,

1. Ki Narto Sabdo


Ki Nartosabdo lahir di Klaten, 25 Agustus 1925 – meninggal di Semarang, 7 Oktober 1985 pada umur 60 tahun) adalah seorang seniman musik dan dalang wayang kulit legendaris dari Jawa Tengah, Indonesia. Salah satu dalang ternama saat ini, yaitu Ki Manteb Soedharsono mengakui bahwa Ki Nartosabdo adalah dalang wayang kulit terbaik yang pernah dimiliki Indonesia dan belum tergantikan sampai saat ini.
Ki Nartosabdo dapat dikatakan sebagai pembaharu dunia pedalangan di tahun 80-an. Gebrakannya dalam memasukkan gending-gending ciptaannya membuat banyak dalang senior yang memojokkannya. Bahkan ada RRI di salah satu kota memboikot hasil karyanya. Meskipun demikian dukungan juga mengalir antara lain dari dalang-dalang muda yang menginginkan pembaharuan di mana seni wayang hendaknya lebih luwes dan tidak kaku.
Selain sebagai dalang ternama, Ki Narto juga dikenal sebagai pencipta lagu-lagu Jawa yang sangat produktif. Melalui grup karawitan bernama Condong Raos yang ia dirikan, lahir sekitar 319 buah judul lagu (lelagon) atau gendhing, antara lain Caping Gunung, Gambang Suling, Ibu Pertiwi, Klinci Ucul, Prahu Layar, Ngundhuh Layangan, Aja Diplèroki, dan Rujak Jeruk.

2. Ki Anom Suroto


Ki Anom Suroto (lahir di Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 11 Agustus 1948; umur 65 tahun) adalah seorang dalang Wayang Kulit Purwa. Ia mulai terkenal sebagai dalang sejak sekitar tahun 1975-an. Ilmu pedalangan dipelajarinya sejak umur 12 tahun dari ayahnya sendiri, Ki Sadiyun Harjadarsana. Selain itu secara langsung dan tak langsung ia banyak belajar dari Ki Nartasabdo dan beberapa dalang senior lainnya.
Dalang laris itu juga pernah belajar di Kursus Pedalangan yang diselenggarakan Himpunan Budaya Surakarta (HBS), belajar secara tidak langsung dari Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN), Pawiyatan Kraton Surakarta, bahkan pernah juga belajar di Habiranda, Yogyakarta. Saat belajar di Habiranda ia menggunakan nama samaran Margono.
Pada tahun 1968, Anom Suroto sudah tampil di RRI (Radio Republik Indonesia), setelah melalui seleksi ketat. Tahun 1978 ia diangkat sebagai abdi dalem Penewu Anon-anon dengan nama Mas Ngabehi Lebdocarito. Tahun 1995 ia memperolah Satya Lencana Kebudayaan RI dari Pemerintah RI.

3. Ki Hadi Sugito


KI Hadi Sugito meninggal pada 9 januari 2008. Dia lahir di toyan, wates, kulon progo, Yogyakarta. Ki Hadi Sugito dalam melakukan pertunjukan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan disukai banyak orang tua maupun muda.

4. Ki Enthus Susmono


Ki Enthus Susmono (lahir di Tegal, 21 Juni 1966; umur 47 tahun) adalah seorang dalang yang berasal dari Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Ia adalah anak satu-satunya Soemarjadihardja, dalang wayang golèk terkenal dari Tegal dengan istri ke-tiga bernama Tarminah. Bahkan R.M. Singadimedja, kakek moyangnya, adalah dalang terkenal dari Bagelen pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat di Mataram.
KI Enthus Susmono dengan segala kiprahnya yang kreatif, inovatif serta intensitas eksplorasi yang tinggi, telah membawa dirinya menjadi salah satu dalang kondang dan terbaik yang dimiliki negeri ini. Pikiran dan darah segarnya mampu menjawab tantangan dan tuntutan yang disodorkan oleh dunianya, yaitu jagat pewayangan.

5. Ki Manteb Sudarsono


Ki Manteb Soedharsono (lahir di Palur, Mojolaban, Sukoharjo, 31 Agustus 1948; umur 65 tahun) adalah seorang dalang wayang kulit ternama yang dari Jawa Tengah. Karena keterampilannya dalam memainkan wayang, ia pun dijuluki para penggemarnya sebagai Dalang Setan. Ia juga dianggap sebagai pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.
Saat ini Ki Manteb berdomisili di Dusun Sekiteran, Kelurahan Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

6. Ki Asep Sunandar


Asep Sunandar Sunarya (lahir di Bandung, 3 September 1955; umur 58 tahun) adalah seorang dalang ternama untuk pertunjukan wayang golek, terutama atas kreativitasnya dalam memodifikasi wayang golek dalam pertunjukannya. Beliau sekarang bermukim di daerah Giriharja, jelekong.

7. Sujiwo Tejo


Agus Hadi Sudjiwo (lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962; umur 51 tahun) atau lebih dikenal dengan nama Sujiwo Tejo adalah seorang budayawan Indonesia. Ia pernah mengikuti kuliah di ITB, namun kemudian mundur untuk meneruskan karir di dunia seni yang lebih disenanginya[1]. Sempat menjadi wartawan di harian Kompas selama 8 tahun lalu berubah arah menjadi seorang penulis, pelukis, pemusik dan dalang wayang. Selain itu ia juga sempat menjadi sutradara dan bermain dalam beberapa film seperti Janji Joni dan Detik Terakhir. Selain itu dia juga tampil dalam drama teatrikal KabaretJo yang berarti "Ketawa Bareng Tejo".
Dalam aksinya sebagai dalang, dia suka melanggar berbagai pakem seperti Rahwana dibuatnya jadi baik, Pandawa dibikinnya tidak selalu benar dan sebagainya. Ia seringkali menghindari pola hitam putih dalam pagelarannya.

8. Ki Bayu Aji


Ki Bayu Aji Pamungkas  adalah dalang muda yang energik dan mahir dalam perang kembang,anak dari Ki Anom Suroto, dalang Kondang dan gaek.

9. Ki Dede Amung Sutarya


Wawan Dede Amung Sutarya yang bernama kecilkan Wawan Gunawan yang berkelahiran 5 Juli 1973 ini adalah pimpinan group munggul Pawenang Putra, meski umur nya masih terbilang muda tetapi kesuksesan nya dalam dunia padalangan telah melonjak tinggi. kemahiran nya dalam memainkan wayang golek sudah terlihat sejak umur 4 tahun, ketika umr 4 tahun beliau di buatkan wayang yang terbuat dari tanah oleh paman nya sebanyak 20 biji. Wayang-wayang itu selalu dimainkan di halaman rumahnya bersama teman-temanya dengan peralatan ember sebagai kendang nya.

10.Ki Cecep Supriyadi


TJETJEP SUPRIYADI. R. H. (1931 – ), Nama Aslinya Adalah Tjetje, sedang Suprijadi adalah nama yang ditambahkannya sendiri di belakang nama aslinya karena kekagumannya dengan pahlawan PETA, Suprijadi. Sebenarnya dia masih keturunan darah biru, keturunan Menak dari Trah. Nenek moyangnya adalah bangsawan yang tidak mau bekerjasama dengan pemerintah Hindia Belanda. Akibatnya ditanggung oleh keturunannya. Keluarganya dikucilkan dan beberapa hak sosial dan intelelektualnya terpasung. Salah satunya tidak boleh mengenyam pendidikan. Dari tekadnya yang kuat maka sejarah keturunan dan kebangsawanan itu disembunyikan untuk bisa mengenyam pendidikan.
Ketertarikannya akan wayang bisa dibilang agak terlambat, waktu dia sudah sebagai seorang guru. Termotivasi dari rendahnya mutu pendramaan dan sastra pedalangan wayang golek yang tidak berkembang Ki Tjetjep Suprijadi menggali sastra Jawa Kuna untuk meningkatkan mutu sastra bahasa terutama untuk antawecana dan kawih. Dia adalah seorang dalang yang memegang teguh pakem dan paugeran pedalangan yang baku.

11. Ki Joko Edan


Ki Joko Edan bernama asli Joko Prasojo. Kemudian ada nama lain, yang didapatkan setelah menikah, yaitu Joko Hadiwidjoyo. Sehingga sampai saat dini dikenal dengan sebutan Ki Dalang Joko Edan Hadiwidjoyo. Ki Joko Edan adalah seorang seniman wayang kulit atau lebih familiar disebut dalang dari kota Semarang. Pria ini lahir di Jogja, 20 Mei 1948. Kiprahnya pada dunia seni pantas dibilang luar biasa. Pernyataan ini terbukti dari begitu banyaknya penghargaan yang telah ia dapatkan. Salah satu prestasi yang membanggakan ialah nama dirinya tercatat di Museum Rekor Indonesia sebagai sutradara pertunjukan wayang kulit yang diisi dan atau diikuti oleh 34 (tiga puluh empat) kelompok seni, yang pada waktu itu pertunjukan tersebut digelar di Gedung Wali Kota Semarang pada Juli 2005 lalu.
lengkap'nya di http://dalangjokoedan.com/

12. Ki Timbul Hadiprayitno


Terlahir dari orang tua Guno Wasito dan Sinah, pada 67 tahun yang lalu di desa Bagelen, Kebumen. Dia anak bungsu dari 3 bersaudara.Menikah sudah tiga kali, dan dikarunia anak dari ketiga istrinya tersebut sebanyak 14 anak. Ki Timbul memang berasal dari keluarga dalang. Ibunya adalah anak seorang dalang Ki Proyo Wasito yang memiliki adik perempuan Tini; dan bu Tini melahirkan dalang tersohor Ki Hadi Sugito dari Kulon Progo. Dalam lingkungan keluarga dalang seperti itulah yang ahkirnya memupuk pertumbuhannya sedari dia masih bocah.
Walaupun Ki Timbul dibesarkan dalam lingkungan keluarga dalang tetapi dia merasa bahwa belum cukup kalau mendalang hanya berdasarkan pada warisan keluarga saja, maka diapun mengikuti sekolah dalang di Kraton Yogyakarta (Habiranda). Tetapi dia tidak sampai selesai dan hanya berjalan selama dua tahun saja, hal itu disebabkan karena tanggapan demi tanggapan datang silih berganti. Walaupun begitu ia masih tetap menghargai peran dan fungsi literatur-literatur yang menyangkut dunia pedalangan. Bahkan di usia yang sudah senja ini sampai sekarang masih mempelajari dan membaca buku-buku literatur untuk memperkaya pengetahuan dan mengasah kemampuannya. Hal ini ia lakukan karena dia menganggap bahwa kalau hanya mengandalkan dari bakat alam saja maka lama kelamaan akan kering dan tidak berkembang, padahal perubahan dan perkembangan dalam masyarakat peminat wayang kulit begitu pesatnya.

13. Ki Warseno 


WARSENO HARJODARSONO, IR, Msi. KI. Lahir di Klaten, 18 Juni 1965. Ki Warseno atau yang juga dikenal dengan sebutan Warseno Slank adalah dalang muda yang sedang naik daun. Ia adalah adik Ki Anom Suroto.

14. Ki Slamet Gundono


Seniman yang terlahir dari keluarga dalang ini bernama asli Gundono; nama Slamet ditambahkan oleh guru sekolah dasarnya. Awalnya ia tidak mau meneruskan jejak ayahnya, karena citra negatif dalang yang lekat dengan minuman keras dan main perempuan. Akan tetapi, selama mondok di sebuah pesantren di Lebaksiu, rasa tertariknya pada wayang semakin menguat.
Setamat pesantren, ia melanjutkan pendidikan ke Jurusan Teater di Institut Kesenian Jakarta. Namun, kemudian ia pindah ke Jurusan Pedalangan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (kini Institut Seni Indonesia Surakarta). Dan pada tahun 1997, ia menyelenggarakan pertunjukan pertamanya di Riau, di mana pada saat itu ia menyuguhkan pertunjukan wayang dari rumput (bahasa Jawa: wayang suket) untuk pertama kalinya.
Slamet Gundono lulus dari STSI pada tahun 1999. Pada tahun itu, ia mendirikan komunitas Sanggar Wayang Suket. Di sana, ia mengembangkan lebih jauh seni pewayangan, dengan memperkenalkan wayang dari bahan rumput dan menyajikan pertunjukan wayang yang keluar dari pakem yang telah baku. Karena itulah, meskipun awalnya banyak diprotes, dalang berbobot 150 kilogram ini menjadi ikon wayang suket. Ia telah menerima sejumlah penghargaan, seperti Penghargaan Prins Claus pada tahun 2005.
Saat ini, Slamet Gundono bermukim di Jl. Sibela Timur III No. 1 Mojosongo, Jebres, Surakarta.

15. I Wayan Nardayana


Ia terlahir dari keluarga petani miskin dan tak punya leluhur berdarah seni mendalang wayang kulit. Namun, keuletan belajar dan kecintaan terhadap seni mengantarkannya menjadi dalang wayang kulit bali. Ia sukses dan populer sejak 15 tahun lalu dengan sebutan dalang inovatif Cenk Blonk.

Semoga generasi muda sekarang ingin melestarikan budaya Indonesia agar tidak hilang ataupun dicuri orang.

Komentar

  1. Dulu di Yogya ada Dalang Kalibulus dari Dusun Kalibulus, Bimomartani, Ngemplak Sleman,.Yogyakarta

    Ada juga Dalang Kimpul Anak dan istrinya masih tinggal di Jl Kaliurang km 13,1 masuk sedikit.Tanya saja rumah bu Warno Kimpul.Mudah2an masih bisa memberikan info

    BalasHapus
  2. Adakah dokumen pagelaran wayang dari dalang Kimpul ?
    Saya dulu nonton pagelaran beliau di SMPN 1 Sleman , medari.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini