Kesultanan Deli
Kesultanan Deli
Kesultanan
Deli merupakan salah satu kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1632.
Asal mula berdiri kerajaan Deli berkaitan dengan kerajaan Aceh dan Aru Deli
Tua. Aceh yang terkenal di pantai Sumatera memperluas wilayah kekuasaannya
hingga ke seluruh Sumatra dengan berhasil mengusir Portugis dan Johor dari daerah
Pasai, Pidie, dan Aru. Kesultanan Deli adalah
sebuah kesultanan yang didirikan
oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di wilayah bernama Tanah Deli (kini Medan
dan Kabupaten Deli Serdang, Indonesia). Kesultanan Deli masih tetap eksis
hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah
berakhirnyaPerang Dunia II dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.
Istana
Maimoen didirikan pada masa Kesultanan Deli ke-IX Sultan Ma’moen Al-Rasyid
Perkasa Alamsyah 1873-1924 pada tanggal 28 Agustus 1888 dalam Bahasa Arab
Maimunah artinya berkah atau Rahmat. Istana Maimoen didominasi oleh warna
Kuning dan warna hijau yang merupakan ciri khas dari Kesultanan Melayu. Warna
kuning merupakan lambang kebesaran dari kesultanan Melayu yang dapat pula kita
lihat di Kesultanan Riau. Sementara warna hijau menjadi lambang keislaman.
Maimoen berasal dari kata Maimunah yang dalam bahasa Arab artinya berkah atau
rahmat. Di dalam istana Maimoen yaitu di Balairung terdapat lukisan bunga
tembakau yang merupakan simbol dari penggerak kehidupan ekonomi kesultanan
Deli.
Raja-raja
yang berkuasa di Kerajaan Deli sebagai berikut:
- Sri Paduka Gocah Pahlawan (1632-1653)
- Tuanku Panglima Perunggit (1653-1698
- Tuanku Panglima Paderap (1698-1728)
- Tuanku panglima Pasutan (1728-1761)
- Sultan Panglima Gendar Wahid (1761-1805)
- Tuanku Panglima Amaludin (1805-1850)
- Sultan Osman Perkasa Alam (1850-1858)
- Sultan Amaludin Mahmud Perkasa Alam Syah (1858-1873)
- Sultan Mahmud al-Rasyid Perkasa Alam Syah (1873-1924)
- Sultan Amaludin II Perkasa Alam Syah (1924-1945)
- Sultan Osman II Perkasa Alam Syah (1945-1967)
- Sultan Azmi Perkasa Alam Syah (1967-1998)
- Sultan Osman III Mahmud Ma‘mun Paderap Perkasa Alam Syah (1998-2005)
- Sultan Mahmud Arfa Lamanjiji Perkasa Alam Syah (2005-sekarang)
B. Kemunculan
Sejarah
awal berdirinya kesultanan Deli adalah kerajaan Haru yang pada abad ke-15 sudah
merupakan kerajaan yang besar di Sumatera dan memiliki kekuatan yang dapat
menguasai lalu-lintas perdagangan di Selat Malaka. Kerajaan Haru (Aru) yang
berada di Deli Tua itu Rajanya telah lama menjadi pemeluk agama Islam yang
bernama Merah Silu. Ini dibuktikan dengan di temukannya sebuah makam seorang
ulama bernama Imam Siddik Bin Abdullah meninggal 23 Sya’ban 998 (27 Januari
1590). Selain itu, di Deli Tua terdapat
peninggalan benteng kuno yang terbuat dari batu-batu besar 4 persegi,
dindingnya tinggi 30 kaki dan luas 200 fathon.Keterangan ini dapat dibuktikan
setelah adanya penelusuran yang dilakukan Tim dari Unimed dan Museum daerah
Sumatera Utara ke kawasan Deli Tua (tahun 2008).
Menurut
riwayat, seorang Laksamana dari Kerajaan Aceh bernama Sri Paduka Gocah
Pahlawan, bergelar Laksamana Khoja Bintan, bersama pasukannya pergi memerangi
Kerajaan Haru di Sumatera Timur pada tahun 1612 M dan berhasil menaklukkan
kerajaan ini. Baik menurut sumber Portugis maupun menurut sumber Aceh sendiri,
sangatlah hebatnya sehingga setelah berbulan-bulan di kepung dan dalam
pertempuran dahsyat dan mati-matian selama 6 minggu.
Kemudian
di tahun 1619 kembali di kirim lagi bala bantuan Tentara Aceh untuk
menghancurkan sisa-sisa perlawanan Haru (Aru) yang mendapat bantuan dari
Portugis. Disekitar penyerangan tahun 1612 itulah terbitnya Hikayat Putri Hijau
yang masyur itu, mengenai Hikayat Putri Hijau ini banyak pendapat yang
berbeda-beda, penulis Mohd Said lebih condong mengemukakan Hikayat Putri Hijau
ini disekitar penyerangan Aceh terhadap Ratu Aru yang bernama Encek Sinny (yang
dibantu Sultan Johor Alauddin Riayatsyah) Seperti yang diceritakan oleh penulis
Portugis bernama Pinto itu, tetapi lebih banyak pendapat lebih condong bahwa
Hikayat Putri Hijau itu terjadi di kala penyerangan Bala Tentara Aceh ke Deli
Tua di Tahun 1619, di dalam pertempuran dahsyat itulah Meriam Puntung (atau
dikenal namanya Indera Sakti) merupakan satu-satunya harapan terakhir dari
pihak Aru atau Deli Tua, yang baru dapat ditaklukan pihak Aceh setelah Meriam
ini pecah karena terus menerus dipakai menembaki musuhnya. Benteng baru dapat
direbut dengan memakai tipu muslihat perang yaitu dengan disogoknya Bala
Tentara Aru Deli Tua dengan menyebarkan uang-uang kepada bala tentara yang
bertahan, kemudian Sultan Aru tewas, tetapi kemudian Putra Mahkota ibarat Naga
Mengamuk dapat membebaskan Adiknya yaitu Putri Hijau dari kehinaan tawannan dan
sama-sama menceburkan diri kelaut dan hilang raib entah kemana.
Pada
tahun 1630, ia kembali bersama pasukannya untuk melumpuhkan sisa-sisa kekuatan
Haru di Deli Tua. Setelah seluruh kekuasaan Haru berhasil dilumpuhkan, Gocah
Pahlawan kemudian menjadi penguasa daerah taklukan tersebut sebagai wakil resmi
Kerajaan Aceh, dengan wilayah membentang dari Tamiang hingga Rokan. Dalam
perkembangannya, atas bantuan Kerajaan Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperkuat
kedudukannya di Sumatera Timur dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang
ada di daerah tersebut.
Menurut
terombo Kesultanan Deli, nama itu diambil dari nama tempat asalnya Tuanku
Panglima Gocah Pahlawan yaitu Delhidi India,tetapi tidak terlepas pula
kemungkinan, nama Deli diambil dari nama tempat bekas ibukota Kerajaan Aru di
Deli Tua. Banyak cerita mengenai tokoh Panglima Gocah Pahlawan ini karena di
ceritakan turun-temurun dari mulut-kemulut, tentulah dengan berbagai variasi,
tetapi umumnya sependapat bahwa Tuanku Panglima Gocah Pahlawan beragama Islam
yang terdampar di pantai Kerajaan Samudera Pasai, dan menjadi panglima perang
Sultan Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh.
Dijelaskan
pula dalam terombo Kesultanan Deli bahwa nama asli Tuanku Panglima Gocah
Pahlawan ialah Muhammad Delikhan atau Hisyammuddin yang berasal dari negeri
Shindi India keturunan dari Syehk Batraluddin raja-raja dari negeri India.
Gelar Panglima Gocah Pahlawan didapat oleh Muhammad Dalikhan dikarenakan dapat
menumpas perusuh dari Rum ( Turki ) di Aceh. Kemudian Beliau turut bertugas
sebagai Panglima Bala Tentara Aceh menyerang Bengkulu dan Bintan. Karena
berhasil dalam menjalankan misinya makaia
diberi gelar Laksamana Kuda Bintan, lalu di tugasi pula menyerang Johor
dan Pahang. Dalam penyerangan ini Beliau juga meraih kemenangan serta membawa
Putri Pahang ke Aceh untuk diperistri Sultan Iskandar Muda, dan adik Putri
Pahang dikawinkan kepada Panglima Gocah Pahlawan, kejadian ini terjadi pada tahun
1617, jadi setelah penyerangan Aceh I ke Deli (Deli Tua –Aru 1612 ) adik Putri
Pahang ini bernama Putri Khairiah.
Setelah
penaklukan Johor dan Pahang ini Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di anugrahi
gelar Sri Paduka, karena penaklukanya di Deli Tua Beliau di Aceh dikenal
sebagai Panglima Deli. Beliau turut juga dalam Ekpedisi penaklukan Asahan oleh
Armada Aceh, dapat pula dicatat dalam ekspedisi ini dipimpin oleh Panglima
Malim Dagang dengan staf-stafnya Panglima Pidie danPanglima Gucah Pahlawan
Laksamana Kuda Bintan. Sewaktu pulang ke Aceh dari ekspedisi Asahan, Beliau
mendapat kabar bahwa istrinya telah berbuat jahat dengan salah seorang Putra
Iskandar Muda, untuk menghindari peristiwa yang tidak dikehendaki maka Beliau
beserta pengikutnya berangkat ke Negri Deli yang sudah beberapa kali di
kunjunginya itu kembalinya Beliau ketanah Deli sekitar tahun 1613. Mula-mula
membuka kota baru dibekas ibukota Aru di Sungai Lalang ( Deli Tua sekarang ),
daerah kekuasaannya sebagai panglima Deli itu meliputi daerah batas Temiang
sampai Pasir Ayam Denak (ada pendapat Batubara dan ada yang mengatakan daerah
Rokan Riau ).
Keberangkatannya di Negeri Deli juga dalam rangka mengemban misi
:
- Menghancurkan sisa-sisa perlawanan Aru (yang dibantu Portugis) dan mengisi kekosongan itu dengan pemerintahan di bawah kerajaan Aceh.
- Mengusir dan menghancurkan setiap kekuatan Portugis yang masih berusaha bercokol di daerah ini.
- Mengembangkan/syiar agama Islam Di Tanah Deli.
Tuanku panglima Gocah Pahlawan
melaksanakan misi yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya, walaupun
Beliau tahu bukan mudah mengingat banyak sabotase dari sisa-sisa kekuatan Aru
yang dibantu dengan giat oleh Portugis,yang banyak menghalangi tugas-tugasnya.
Pada tanggal 12 Agustus 1631 diketahui sejumlah 40 buah kapal perang Aceh
bergabung dengan kekuatan yang ada di Deli, berkumpul di Kuala Deli guna
bersama-sama menyerang benteng Portugis di Malaka, dengan bantuan Tentara Aceh
akhirnya Tuanku Panglima Gocah Pahlawan dapat menstabilkan kedudukanya,untuk
memperkuat kedudukanya Beliau mengawini adik Datuk Hitam (Sunggal) bernama Nang
Baluan Binti Raja Lalang. Di tahun 1632,sedikit-demi sedikit meluaskan daerah
kekuasaannya dengan mendirikan kampung-kampung baru, melalui perkawinan
akhirnya Beliau diakui oleh Raja –Raja, Sunggal , Suka Piring , Hamparan Perak
dan Patumbak sebagai Raja Deli.Tuanku Panglima Gocah Pahlawan wafat pada tahun
1669. Makamnya ada di Batu Jergok Deli Tua tetapi ada sebahagian berpendapat
makamnya ada di Kota Bangun.
C. Perkembangan
Berlainan
dengan Kerajaan-Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, pemerintahan Kerajaan Deli
bersifat Federasi yang longgar sesuai dengan pepatah yang terdapat di Deli
“Raja Datang Orang Besar Menanti”. Tuanku Panglima Gocah Pahlawan sebagai Raja
Pertama di Negeri Deli yang ditunjuk oleh Sultan Aceh sebagai Wakilnya di
Sumatera Timur atau tanah Deli, sebelum Tuanku Panglima Gocah Pahlawan tiba di
Deli sudah ada Negeri-Negeri Melayu (Islam) asal Karo yang mendapat pengakuan
dari kerajaan Aceh Seperti :
a) Urung Serba Nyaman Sunggal yang bermarga
Surbakti Gajah
b) Urung XII Kuta Hamparan Perak yang
bermarga Sembiring Kembaren
c) Urung Suka Piring yang bermarga Sembiring
Kembaren
d) Urung Patumbak Sinembah yang bermarga
Barus
Sultan
Deli dalam memerintah dibantu oleh 8 orang Menteri dimana Sultan berkonsultasi
soal perang, mengatur pemerintahan sehari-hari, mengadili perkara pidana dan
lain-lain, mereka adalah :
a) Nahkoda Ngah bergelar TimbalTimbalu
b) Wak-Wak
c) Salim
d) Tok
Manis
e) Dolah
f) Wakil
g) Penghulu Kampong
Disamping
menteri-menteri masih ada Syah Bandar yang mengurus hubungan perdagangan dan
dengan bantuan seorang mata-mata (seorang wanita yang pandai bernama Encek
Laut) bertugas memungut cukai, eksport atau import. Selain itu ada pamong praja, penghulu, para panglima, dan
mata-mata yang melaksanakan tugas bila di kehendaki Raja, dan ada kuir yang
mengantar surat ke berbagai kerajaan.
Jika
Sultan mangkat, dan pengganti yang sah masih Belia maka Tuan Haji Cut atau Kadi
(ulama tertinggi) bertindak dan melaksanakan semua fungsi Kerajaan. Dibidang
agama Islam Tuan Haji Cut selaku Ulama Tertinggi selaku mufti, ada Bilal, Imam,
Khalif dan Penghulu Mesjid. Merekalah yang memutuskan hal-hal yang berhubungan
atau berkaitan dengan keagamaan.
Kehidupan mereka diperoleh dari sumbangan masyarakat. Rakyat Deli merupakan
campuran berbagai suku-suku pendatang seperti Aceh, Minangkabau, Bugis, Batak,
Jawa dan lain-lain.
Kesultanan Deli dengan pusat pemerintahan
awalnya berada di labuhan Deli. Daerah ini adalah sebbuah daerah pelabuhan.
Melalui pelabuhan tersebut perdagangan nasional hingga internasional
berlangsung dengan produksi utama masyarakatnya yaitu tembakau. Pada tahun 1854
sultan ketujuh yaitu Osmani Perkasa Alam membangun sebuah tempat yang dikenal
sekarang sebagai mesjid Al-Osmani. Fungsi didirikan tempat tersebut adalah
sebagai berkumpulnya masyarakat, tempat mengadakan pengajian yang mengadakan
guru-guru dari Arab, Thailand dan China. Selain itu, juga sebagai tempat
musyawarah. Pada masa kesultanan ini, komunitas masyarakat Melayu berkembang
pesat. Bangunan yang dibangun tersebut berukuran awal 16 x 16 m dengan bahan
utama kayu, ubin.
Setelah
Sultan Osmani Perkasa Alam meninggal pada usia 55 Tahun, posisi sultan
digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Perkasa Alam. Pada masa pemerintahannya,
Sultan Mahmud merenovasi bangunan yang telah didirikan oleh ayahnya pada tahun
1870. Bahan-bahannya diganti dari kayu menjadi bahan permanen. Ia mendatangkan
arsitek dari Jerman. Arsitek bangunan tersebut merupakan campuran Timur dan
Barat. Selain itu ia juga memperluas bangunan yang bertujuan agar seluruh
masyarakat dapat berkumpul di bangunan tersebut.
Pada tanggal 26 Agustus 1888,
daerah kesultanan Deli di Labuhan yang letaknya di utara kemudian dipindahkan
ke pusat kota Medan yang ditandai dengan pembangunan istanan Maimoen oleh
Sultan Deli IX yaitu Sultan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Alasan
pemindahan tersebut karena daerahnya berada di dataran rendah sehingga sering
terjadi banjir akibat air pasang.
Ketika
bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Selama rentang masa
yang cukup panjang tersebut, kerajaan Deli mengalami masa pasang surut silih
berganti. Selama dua kali, Deli berada di bawah taklukan kerajaan Aceh. Ketika
kerajaan Siak menguat di Bengkalis, Deli menjadi daerah taklukan Siak, kemudian
menjadi daerah taklukan penjajah Belanda. Dan yang terakhir, Deli bergabung
dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah
bergabung dengan NKRI semua yang menyangkut dengan administrasi atau
pemerintahan masuk ke dalam pemerintahan NKRI. Kekuasaan Kesultanan Raja Deli masih tetap dipertahankan dan masih
memerintah sampai sekarang Rajanya Sri Peduka Sulthan Mahmud Lamantjiji Perkasa
Alam Di lahirkan pada tanggal 25 Agustus
1998. Tahun 2005 diangkat menjadi raja terakhir. Ia memiliki 2 Saudara dan
sekarang tinggal di Makassar, Sulawesi. Fungsi raja sekarang di Deli hanya
sebagai Kepala Adat. Upacara- upacara adat masih berlangsung, jika sedang
dilaksanakan upacara adat kunjungan umum ke istana di batasi hanya para
undanganlah yang dapat memasuki istana.
Setelah
kemerdekaan fungsi dari Istana Maimoen berubah menjadi tempat upacara adat dan
penerimaan tamu sultan dan pemerintah. Adapun upacara adat yang masih dilakukan
sampai sekarang seperti junjung duli, perayaan hari besar dan pengangkatan
Sultan Deli, hari keputraan, majelis bersanding (perkawinan), dan musyawarah.
Berbagai cara dilakukan oleh Kesultanan Deli adalah
- mengadakan open house,
- Sholat Jumat berjamaah,
- ramah tamah dengan masyarakat (pada saat lebaran),
- sultan berpartisipasi dalam kegiatan adat yang dilakukan,
- sultan datang dalam upacara perkawinan. Selain itu Kesultanan Deli juga menjalin hubungan yang baik dengan NKRI salah satu buktinya adalah digunakannya Istana Maimoen untuk menerima tamu negara dalam pertemuan APEC.
D. Struktur Sosial, Budaya, dan Politik
a. Struktur Sosial
Ketika
Belanda menguasai Sumatera Timur, perkebunan tembakau dibuka secara luas. Tak
ada yang menduga bahwa, dalam perkembangannya di kemudian hari, ternyata
tembakau Deli ini sangat disukai di negeri yang menjadi jantung kolonialisme
dunia, yaitu Eropa. Berkat perkebunan tembakau tersebut, sultan Deli yang
berkongsi dengan Belanda dalam membuka dan mengelola lahan perkebunan kemudian
menjadi kaya raya. Dengan kekayaan yang melimpah ini, para sultan kemudian
hidup mewah dan glamour dengan membangun istana yang mewah dan indah, membeli
kuda pacu, mobil mewah dan sekoci pesiar, serta mengadakan berbagai pesta untuk
menyambut para tamunya yang kebanyakan datang dari Eropa. Saksi bisu kekayaan
tersebut adalah Masjid Raya al-Mashun Medan dan Istana Deli yang masih berdiri
megah di kota Medan hingga saat ini.
Dalam
sistem kekerabatan, orang Deli lebih dominan menganut sistem patrilineal. Hal
ini bisa dilihat dari kecenderungan para pasangan muda untuk mendirikan rumah
di dekat lingkungan keluarga suami, terutama ketika pasangan muda tersebut
telah dikarunia anak. Jika belum memiliki rumah dan anak, pasangan muda
tersebut biasanya lebih sering tinggal bersama keluarga perempuan. Dari
kenyataan ini, sebenarnya pola kekerabatan matrilineal dan patrilineal telah
diterapkan dengan cukup seimbang oleh masyarakat Deli.
b. Struktur Budaya
Adat-istiadat
yang masih digunakan oleh kerajaan Deli yakni:
1. Upacara Junjung Duri
2. Pengangkatan Sultan Deli
3. Hari Keputraan
4. Majelis Bersanding (Pernikahan)
5. Musyawarah
6. Musik Melayu
7. Buku Pantun
Dalam
Acara Adat Untuk Lapisan Adat:
a. Tokoh Adat
b. Lembaga Adat
c. Organisasi Masyarakat
Pennggalan
Kesultanan Deli :
1.
Istana
Maimoen
2. Masjid
Al-Osmani
c. Struktur Politik
Kekuasaan
tertinggi berada di tangan sultan. Permaisuri Sultan bergelar Tengku Maha Suri
Raja, atau Tengku Permaisuri, sedangkan putera mahkota bergelar Tengku Mahkota.
Putera dan puteri yang lain hanya bergelar tengku. Keturunan yang lain
berdasarkan garis patrilineal hingga generasi ke lima juga bergelar tengku.
Dalam
kehidupan sehari-hari, sultan tidak hanya berfungsi sebagai kepala
pemerintahan, tapi juga sebagai kepala urusan agama Islam dan sekaligus sebagai
kepala adat Melayu. Untuk menjalankan tugasnya, raja atau sultan dibantu oleh
bendahara, syahbandar (perdagangan) dan para pembantunya yang lain
Komentar
Posting Komentar