Perdagangan Manusia
Perdagangan manusia adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia.
Menurut
Protokol Palermo pada ayat tiga definisi aktivitas
transaksi meliputi:
-perikritan
-perekrutan
-pengiriman
-pemindah-tanganan
-penampungan atau penerimaan orang
Yang dilakukan dengan ancaman, atau penggunaan kekuatan atau
bentuk-bentuk pemaksaan lainya, seperti:
penculikan
muslihat atau tipu daya
penyalahgunaan kekuasaan
penyalahgunaan posisi rawan
menggunakan pemberian atau penerimaan pembayaran
(keuntungan) sehingga diperoleh persetujuan secara sadar (consent) dari orang
yang memegang kontrol atas orang lainnya untuk tujuan eksploitasi.
Eksploitasi meliputi setidak-tidaknya; pelacuran
(eksploitasi prostitusi) orang lain atau lainnya seperti kerja atau layanan
paksa, pebudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, perhambaan atau
pengambilan organ tubuh.
Dalam hal anak perdagangan anak yang dimaksud adalah setiap
orang yang umurnya kurang dari 18 tahun.
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21
TAHUN 2007
TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA PERDAGANGAN ORANG
I. UMUM
Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan
manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk
dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.
Bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai
negara, termasuk Indonesia dan negara-negara yang sedang berkembang lainnya,
telah menjadi perhatian Indonesia sebagai bangsa, masyarakat internasional, dan
anggota organisasi internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah
kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk
eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain,
misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa
perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan,
pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan
menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik
eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan
dari orang yang memegang kendali atas korban.
Bentuk-bentuk eksploitasi meliputi kerja paksa atau
pelayanan paksa, perbudakan, dan praktik-praktik serupa perbudakan, kerja paksa
atau pelayanan paksa adalah kondisi kerja yang timbul melalui cara, rencana,
atau pola yang dimaksudkan agar seseorang yakin bahwa jika ia tidak melakukan
pekerjaan tertentu, maka ia atau orang yang menjadi tanggungannya akan
menderita baik secara fisik maupun psikis. Perbudakan adalah kondisi seseorang
di bawah kepemilikan orang lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan
menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak
mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh
orang lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.
Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan
anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun
tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang bahkan melibatkan tidak
hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang
menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku tindak pidana
perdagangan orang memiliki jangkauan operasi tidak hanya antarwilayah dalam
negeri tetapi juga antarnegara.
Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya
telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297 KUHP
menentukan mengenai larangan perdagangan
wanita dan anak laki-laki belum dewasa
dan mengkualifikasikan tindakan tersebut sebagai kejahatan. Pasal 83
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan larangan
memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk
dijual. Namun, ketentuan KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut
tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas secara hukum. Di
samping itu, Pasal 297 KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak
sepadan dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan orang.
Oleh karena itu, diperlukan undang-undang khusus tentang tindak pidana
perdagangan orang yang mampu menyediakan landasan hukum materiil dan formil
sekaligus. Untuk tujuan tersebut, undang-undang khusus ini mengantisipasi dan
menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi
yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan
antarwilayah dalam negeri maupun secara antarnegara, dan baik oleh pelaku
perorangan maupun korporasi.
Undang-Undang ini mengatur perlindungan saksi dan korban
sebagai aspek penting dalam penegakan hukum, yang dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan dasar kepada korban dan saksi. Selain itu, Undang-Undang ini juga
memberikan perhatian yang besar terhadap penderitaan korban sebagai akibat
tindak pidana perdagangan orang dalam bentuk hak restitusi yang harus diberikan
oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban,
dan mengatur juga hak korban atas rehabilitasi medis dan sosial, pemulangan
serta reintegrasi yang harus dilakukan oleh negara khususnya bagi mereka yang
mengalami penderitaan fisik, psikis, dan sosial akibat tindak pidana
perdagangan orang.
Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang
merupakan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan
keluarga. Untuk mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu dalam
pelaksanaan pencegahan dan penanganan tersebut perlu dibentuk gugus tugas.
Tindak pidana perdagangan orang merupakan kejahatan yang tidak saja terjadi
dalam satu wilayah negara melainkan juga antarnegara. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan kerja sama internasional dalam bentuk perjanjian bantuan timbal
balik dalam masalah pidana dan/atau kerja sama teknis lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyusunan Undang-Undang ini juga merupakan perwujudan
komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB tahun 2000 tentang Mencegah,
Memberantas dan Menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya Perempuan
dan Anak (Protokol Palermo) yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia.
TRAFICKING ADALAH PERBUDAKAN
Dipublikasikan oleh DjunaidAbdillah - Pada
Kamis, 04 November 2010
oleh : Djunaedi, S.Pd.I
Menurut definisi yang dikeluarkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) traficking berarti perekrutan, pengangkutan, pengiriman,
atau penerimaan orang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau jenis
paksaan lainnya, penculikan, pemalsuan, penipuan atau penyalahgunaan kekuasaan
atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau tunjangan dalam mencapai
kesepakatan seseorang yang memiliki kendali atas orang lain dengan tujuan
eksploitasi. Yang di maksud anak adalah seseorang dengan usia di bawah 18
tahun.
Sementara dalam UU RI no. 21/2007 traficking memiliki makna
sebagai segala tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan ,penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan, atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau
manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dan orang yang memegang kendali atau
orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara
untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Komentar
Posting Komentar